Ayo Peduli SLB (Sekolah Luar Biasa)!

penyandang difabel berolah raga/Ilustrasi.
Sumber :
  • DIFFA/Sigit D Pratama

VIVA.co.id--Pernahkah terpikirkan di benak Anda semua kehidupan anak-anak penyandang disabilitas atau penyandang cacat? Jika pernah, biasanya kemungkinan Anda memiliki hubungan –langsung maupun tidak—dengan anak penyandang disabilitas. Umumnya, sebagian besar masyarakat kita masih berjarak cukup jauh dengan dunia disabilitas.

10 Tips Mencegah Aksi Kekerasan Antar Siswa di Sekolah

Sampai kini dunia disabilitas adalah dunia marginal yang asing dan hanya sedikit orang peduli. Jangankan peduli, bahkan memandang dan menyikapi secara benar dan proporsional pun masih belum terjadi sehingga yang terjadi justru diskriminasi di berbagai sisi kehidupan para penyandang cacat. Pendidikan sebagai hak setiap warganegara –termasuk penyandang cacat—adalah salah satu bidang dimana diskriminasi terhadap penyandang cacat sangat besar.  

Realitas yang bisa dijadikan indikasi sederhana terjadinya diskriminasi pendidikan bagi anak penyandang disabilitas adalah kondisi SLB (Sekolah Luar Biasa) di berbagai daerah di seluruh nusantara yang sangat terbatas jumlahnya dan memprihatinkan kondisinya. Sekolah luar biasa diperuntukan bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) atau anak-anak penyandang disabilitas seperti tunanetra, tunagrahita, tunarungu, tunadaksa atau bahkan dengan kecacatan ganda. Sekolah ini dimulai dari sekolah dasar sampai tingkatan sekolah menengah atas yang dibentuk menyediakan sarana pendidikan khusus bagi penyandang disabilitas.

Ketersediaan sekolah ini sangatlah penting mengingat jumlah penyandang disabilitas diindonesia yang menurut data WHO berjumlah sekitar 10% dari jumlah penduduk indonesia, ini berarti penyandang disabilitas di indonesia berjumlah 23 juta jiwa, dan kalau lah 30% dari jumlah tersebut adalah pada usia sekolah maka ada sekitar 7 juta jiwa anak berkebutuhan khusus yang menjadi anak yang membutuhkan pendidikan sekolah luar biasa.

Situasi dan Kondisi SLB Kini

Meski saat ini pemerintah Indonesia sedang menggiatkan sekolah inklusi (sekolah umum bisa menerima para ABK) namun hal ini masih panjang prosesnya oleh sebab itu peran SLB sangat penting. Terlebih dalam rangka intervensi dini bagi ABK termasuk mempersiapkan ABK dengan kekhususan untuk bekal jika masuk kesekolah inklusi.

Kalau Istri Hyperseks apa yang Perlu Dilakukan Suami? Begini Nasehat Dokter Boyke

Menurut data Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di Indonesia ada sekitar 1600 an sekolah luar biasa dari berbagai tingkatan dan kategori yang tersebar di Indonesia , namun ironisnya hampir 70% dari jumlah SLB tersebut dikelola secara mandiri oleh masyarakat sementara 30% lagi adalah SLB negeri. Jumlah ini masih sangat jauh ratio perbandingannya agar dapat menampung ABK di dunia pendidikan formal. Masih dibutuhkan ratusan SLB lagi.

Jumlah 7 juta ABK jelas tak tertampung di 1600 an SLB. Kalau kita membagi berarti 1 SLB harus menampung 4.400 ABK. Ini jelas tidak mungkin. Indonesia masih sangat kekurangan SLB. Selain itu, SLB yang ada juga masih sangat harus didukung oleh seluruh komponen masyarakat agar bisa meningkatkan kualitas dan mengembangkan diri menjadi SLB yang baik dan maju.

Pasang Surut dan Pemasalahan SLB

Majalah Diffa sebagai media dunia disabilitas satu-satunya di Indonesia mengunjungi berbagai SLB yang ada di area JABODETABEK. Hal ini merupakan program penyerapan informasi serta belajar memahami keberadaan SLB serta anak-anak ABK agar masyarakat bisa memahami lebih baik kondisi SLB saat ini.

Di Jabodetabek menurut data yang diperoleh dari DIKNAS, ada sekitar 100an SLB. SLB negeri umumnya sarana dan prasarana bangunan cukup memadai untuk kebutuhan dalam proses belajar mengajar secara umum. Permasalahan yang ditemui adalah kekurangan dana operasional. “ Kami menerima dana BOS pak , di samping operasional yang sudah ditetapkan setiap tahunnya,  namun dana tersebut disamakan dengan sekolah umum, padahal pengenaan biaya per anak ABK tidak sama dan pasti membutuhkan dana yang lebih besar,“ tutur Ibu Sri Lestari, Kepala Sekolah SLB Negeri dibilangan Matraman. “Kami harus pintar-pintar mengelola dana operasional yang tersedia sehingga anak-anak bisa tertangani proses belajar mengajarnya secara baik.”

Program BOS ( Bantuan Operasional Sekolah ) menyiapkan dana sebesar Rp. 150.000 untuk operasional pendidikan seorang anak pada tingkatan sekolah dasar umum. Sementara seorang ABK tunanetra membutuhkan Rp.300.000 sampai Rp. 400.000 untuk operasional sekolah setiap bulan berdasarkan perhitungan dari riset Yayasan Mitra Netra. Belum lagi ABK dengan kekhususan lain seperti ABK tunagrahita yang membutuhkan Rp. 600.000 per bulan.

Ketika majalah Diffa mengunjungi Sekolah Dwituna Rawinala hal tersebut diungkapkan Joko Widodo Kepala Sekolah Rawinala. Namun masalah pelik yang dirasakan sekolah ini adalah ketersediaan guru bantu khusus (GBK) yang baru-baru ini ditarik oleh Dinas Pendidikan yang membuat sekolah kekurangan GBK . Memang DIKNAS menyediakan GBK baik di SLB Negeri maupun Swasta, namun jumlahnya sangat kurang, bahkan sering seorang GBK harus meladeni minimal 2 sekolah.

SLB Rawinala sangat spesifik karena ABK yang ada disini memiliki cacat ganda seperti tunanetra sekaligus autis atau tunanetra sekaligus tunarungu bahkan tunawicara sehingga 1 kelas hanya dibatasi maksimal 5 ABK yang ditangani oleh 2 sampai 3 orang guru. “Kami berusaha bertahan dari berbagai sumber pendanaan,” ujar Bapak Sigid Widodo Ketua Yayasan Rawinala.

5 Artis Cantik Warisi Darah Biru, dari Sumedang Larang hingga Mangkunegaran

Miris rasanya melihat SLB swasta di Pisangan Jakarta Timur dan SLB yang terletak di Bendungan Jago kemayoran Jakarta Pusat. “Kami harus menapaki gang sempit, begitu sampai kami terkejut melihat bangunan SLB yang sangat kecil berdinding papan, sempit dan tak layak disebut sekolah, namun harus sangat diapresiasi perjuangan para pengelolanya untuk pendidikan ABK,” tutur Chairul dari Diffa. Sekolah ini berkali-kali pindah dan harus mengontrak namun terus berupaya menyediakan layanan pendidikan bagi para muridnya.

Aroma menyengat dari kali di jalan Bendungan Jago menyambut siapapun yang mengunjungi SLB Swakarya tersebut, “Yang penting anak-anak bisa belajar dan bergembira setiap harinya,” ujar Sudaryanto, kepala sekolah SLB Swakarya.
Masalah lain yang didapatkan adalah GBK yang jumlahnya sedikit bahkan banyak yang belum diangkat menjadi pegawai negeri, bahkan ada yang sudah mengabdi selama 8 tahun sebagai tenaga honorer.

Dalam perjalanan ini dari data yang dimiliki , ternyata sudah belasan SLB yang tutup, ini berarti di Jabodetabek tinggal ada 80 an SLB yang masih bertahan. SLB di kawasan Jatinegara Kaum, ternyata sudah beralih fungsi menjadi sebuah rumah.  Tak seorangpun tahu kemana SLB tersebut pindah. “Sudah bangkrut mas SLB-nya,“ ujar seorang warga.

Harapan dan Solusi bagi SLB

ABK pada usia sekolah adalah juga bagian dari bangsa ini yang lahir di bumi pertiwi yang tentunya mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan seperti anak yang lainya. Menjadi tanggung jawab pemerintah dan seluruh komponen masyarakat untuk lebih perduli atas ketersedian SLB bagi ABK serta bersama-sama meningkatkan kualitas SLB dari berbagai aspek karena toh pada akhirnya kita pun harus mempersiapkan masa depan ABK yang berkualitas.

Dalam setiap kesempatannya Diffa selalu memberikan majalah untuk perpustakaan SLB yang dikunjungi , dan selalu disambut dengan gembira oleh sekolah tersebut. “Kami harus bayar pak?“ ujar Ibu Neneng , guru sekolah SLB Negeri Kab Bogor, “kami tidak punya biaya untuk hal-hal seperti ini padahal majalah ini sangat bermanfaat bagi kami, juga anak-anak untuk memotivasi mereka serta menginspirasi.“

“Majalah ini bagus, belum pernah saya menemukan majalah seperti ini. Kami merasa terwakili biar dunia luas tahu bahwa ABK itu ada,” kata Ibu Tati, kepala sekolah SLB. BC Nur Abadi. “ Semoga kami terus bisa mendapatkannya, guru-guru bisa belajar dan anak-anak pun bisa menikmati. Apa lagi ada versi audionya, jadi anak tunanetra bisa menikmati langsung.”

Program Ayo Peduli SLB

•    Kami mengajak Anda semua  bersama-sama menyumbangkan majalah diffa kepada SLB di kawasan Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi) sebagai bacaan yang dibutuhkan para guru, orangtua, dan siswa SLB. Peningkatan kualitas SLB bisa dimulai dari peningkatan kualitas guru melalui bacaan yang  bermanfaat bagi proses belajar-mengajar. Majalah Diffa akan mensubsidi 50% per edisi bagi setiap pembelian mulai edisi 1 sampai 18 yang akan disumbangkan kepada SLB di kawasan Jabodetabek.
•    Hanya dengan Rp.50.000,-  Anda sudah bisa berpartisipasi dan menyumbang 4 edisi majalah diffa untuk 1 (satu) SLB di Jabodetabek.  Dengan Rp.100.000,- berarti Anda menyumbang 8 edisi majalah diffa untuk 2 (dua) SLB agar bisa memajukan dan mengembangkan kualitasnya. Menyumbang Rp.500.000,- berarti Anda memberikan 40 edisi majalah diffa bagi 10 SLB.
•    Setiap penyumbang dipersilakan ikut mengunjungi SLB saat penyerahan sumbangan yang akan dilakukan secara berkala. Para penyumbang bisa mengenal lebih jauh dan berinteraksi langsung dengan anak-anak penyandang disabilitas. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Jika Anda sudah mengenalnya, maka Anda mungkin menjadi a better person. Transportasi kunjungan penyumbang tidak disediakan oleh majalah diffa.
•    Tunggu apa lagi? Ayo Peduli SLB sekarang! Kunjungi www.majalahdiffa.com

*Jonna Damanik, seorang low vision (nyaris tunanetra) bekerja sebagai General Manager Majalah Diffa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya