Mencari Sehat di Jembrana

VIVAnews - Michael Moore melayangkan sepucuk surat email di internet. Ia meminta warga negara mana pun agar menuliskan kisah pengalaman pribadinya mengenai pelayanan kesehatan. Moore ingin mencari tahu negara mana yang paling bermutu kesehatannya. Dan negara paling brengsek mana yang hanya mendulang fulus dari kalangan orang sakit.

Ia menerima jutaan surat balasan melalui emailnya. Hasilnya, mencengangkan. Kuba - negara Sosialis Komunis - di Amerika Selatan termasuk negara yang paling bermutu memberikan pelayanan kesehatan terhadap warga negaranya. Kuba negara kecil dan miskin pimpinan mantan presiden Fidel Castro itu tidak memungut sepeser pun biaya kesehatan warga negaranya.

Bahkan saat ini, Kuba memproduksi dokter paling tinggi dibandingkan negara mana pun. Negara paling brengsek mutu pelayanan kesehatan ternyata negaranya Moore sendiri, Amerika Serikat. Tidak hanya itu saja yang membuat Moore semakin jengkel. Rumah sakit di Amerika tak ubahnya seperti industri kapital lainnya yang hanya mengeruk uang saja.

"Michael Moore adalah seorang dokumenter eksentrik dari Amerika. Ia resah melihat Amerika saat ini. Ia bergerak dan melemparkan kritik keras terhadap Amerika. Melalui film, ia mengangkat tema politik tentang penyerangan terhadap Irak, soal kebebasan kepemilikan senjata, hingga dokumenter terakhirnya mengenai kesehatan. Film-film itu membuat panas kuping pemerintahan Amerika."

Film kesehatan ini adalah Sicko— rilis dalam kepingan dvd pada November 2007—. Ia mewawancarai ratusan orang dan berangkat ke beberapa negara dari Amerika, Perancis hingga Kuba sendiri. Film ini berhasil menangkap dan memotret ketimpangan kesehatan di belahan benua Amerika dan Eropa. Tak sekedar itu, Moore juga memberikan peringatan keras bahwa kesehatan global saat ini dalam keadaan genting dan ngenes. Kondisi muram ini meningkat tajam di negara-negara miskin, seperti di benua Afrika dan Asia.

Michael Moore—kalau sempat—harusnya main ke Jembrana, Bali. Dan melihat apa yang sudah dikerjakan oleh I Gede Winasa. Mantan pemimpin daerah Kabupaten Jembrana, Bali—2000-2005— yang melakukan perubahan terhadap kebijakan pemerintah mengenai kesehatan, pendidikan dan ekonomi warganya. I Gede Winasa adalah seorang dokter gigi cum professor kelahiran Bali.

Jembrana adalah kabupaten kecil di Bali. Kemampuan pendapatan anggaran daerahnya paling kecil dibandingkan daerah lainnya di Bali. Satu-satunya penopang pendapatan datang dari pajak daerah. Jembrana bukan daerah wisata utama yang menghasilkan pundi-pundi uang di Bali.

Pendapatan anggaran daerah Jembrana pada 2003 hanya mencapai Rp 11,05 miliar. Dan mengandalkan dari 4 kecamatan, seperti Perutatan, Mendoyo, Negara dan Melaya. Pada tahun 2006 penduduk miskin Jembrana sebesar 6.169 kepala keluarga atau 22.038 jiwa dari total penduduk 252.208 jiwa.

I Gede Winasa tahu keuangan daerahnya kecil, namun Jembrana punya mimpi. Ia ingin warga Jembrana sehat, pendidikannya bermutu, ekonomi warga lancar, dan pemerintahannya tidak korup dan boros. Bagaimana caranya agar Jembrana menjadi baik?

Tahun 2001 ia membaca penilaian DPRD Jembrana yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan di Jembrana rendah. Winasa bersama organisasi profesi kesehatan macam IDI atau Ikatan Dokter Indonesia melakukan pemantauan di lapangan.

    "Ia mendapatkan sejumlah catatan penting. Masyarakat tidak memanfaatkan keberadaan layanan kesehatan mulai dari puskesmas hingga rumah sakit daerah. Warga di desa lebih percaya pada dukun ketimbang dokter. Ada keinginan memilih dokter swasta tapi sulit karena kere."

Winasa membuat sejumlah kebijakan baru. Intinya, pemerintah Jembrana punya kewajiban untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan kepada warga.

Ia mengambil langkah. Rumah sakit dan puskesmas tidak mendapatkan jatah subsidi lagi dari pemerintah. Namun, subsidi anggaran obat-obatan ini ia alihkan untuk alokasi masyarakat. Pemerintah mengalirkan subsidi ini melalui lembaga asuransi milik Kabupaten Jembrana. Ia meminta agar rumah sakit dan puskesmas mandiri dalam mengelola anggarannya sendiri.

Lembaga asuransi ini yang menjadi jantung pelayanan kesehatan warga Jembrana. Selain bertugas untuk menyelesaikan urusan administrasi keuangan. Sementara anggaran kesehatan dari pemerintah pusat dan provinsi diperuntukkan untuk program pencegahan dan promosi kesehatan.

Lembaga Jaminan Kesehatan Jembrana atau Lembaga JKJ memberikan premi pelayanan kesehatan tingkat pertama termasuk untuk rawat inap. Tahap pertama lembaga JKJ hanya mengelola subsidi dari pemerintah kabupaten Jembrana saja. Subsidi tiap warga ini sebesar Rp 1.080 per bulan pada tahun 2003. Tahun 2004 naik menjadi Rp 1.600 dan tahun 2005 menjadi Rp 2.500 orang tiap bulannya. Lembaga JKJ ini kemudian mengeluarkan kartu sehat sebagai pegangan bagi warga Jembrana untuk mengecek kesehatannya.

Warga Jembrana bisa menggunakan kartu sehat ini di setiap pos pemberi pelayanan kesehatan atau PPK. Termasuk untuk poliklinik swasta, dokter swasta, dan rumah sakit swasta. Pemerintah dengan organisasi profesi dokter telah menentukan tarif dan biaya penetapan obat-obatan. Jadi, mau berobat ke dokter negeri maupun swasta tarifnya sama saja.

Inovasi ini membawa angin segar bagi Jembrana. Rumah sakit dan puskesmas mampu mendongkrak penghasilannya. Dari Rp 25 juta per tahun menjadi Rp 40 juta per tiga bulan. Warga tahu standar dan kualitas mutu pelayanan kesehatan menjadi sama rata sama rasa.

Jalur distribusi obat juga sama, baik untuk apotek maupun gudang obat di rumah sakit. Dinas Kesehatan mengatur pemerataan dokter dan bidan di tiap daerah. Rasio dokter dengan penduduk menjadi 69 dokter berbanding 252.208 jiwa. Ini melebihi target program nasional Indonesia Sehat 2010 yang menetapkan perbandingan dokter sebesar 1 berbanding 5.000 penduduk. Jumlah pasien rawat inap atau penderita parah turun drastis karena warga menjadi rajin mengecek kesehatannya.

Anggaran kesehatan naik menjadi Rp 29,8 miliar atau sekitar 8,65 persen dari total APBD sebesar Rp 345,4 miliar. Ini jauh sekali dibandingkan anggaran sebelumnya pada tahun 2000 yang mencapai 2,94 persen saja. Jembrana juga memberikan alokasi anggaran yang cukup besar untuk kasus-kasus kesehatan seperti demam berdarah, Malaria, HIV/AIDS, peningkatan kesehatan ibu dan anak.

    "Kabupaten Jembrana melakukan inovasi dari berbagai lini. Tak hanya kesehatan saja yang mendapatkan porsi utama perubahan. Tapi inovasi lainnya juga menyentuh pada persoalan hak dasar masyarakat lainnya seperti pendidikan, ekonomi, pemberian alat kerja, dana talangan dan subsidi pembebasan pajak bumi dan bangunan."

THE Government Innovators Network adalah satu lembaga yang melakukan kajian terhadap demokrasi, kebijakan dan pemerintahan di berbagai negara berkembang. Lembaga ini dibangun oleh Roy dan Lila Ash Institute untuk Pembaruan dan Pemerintahan Demokrasi dari Sekolah Pemerintahan John F. Kennedy di Universitas Harvard.

Sejak 1986 lembaga ini mencatat ada sekitar 300 program kebijakan dan pemerintahan yang efektif dan efisien di negara berkembang. Lembaga ini juga telah memberikan dana sebesar US $ 20 juta terhadap pemerintahan yang dinilai telah melakukan sejumlah inovasi baru terhadap kebijakannya.

lembaga ini bersama Bank Dunia dan Ford Foundation mencatat 9 pembaruan di Indonesia. Dari lembaga pemerintahan hingga lembaga sosial masyarakat yang memberikan kontribusi perubahan dan ide-ide untuk membentuk satu proses demokrasi dan pemerintahan yang efektif dan efisien.

Diantaranya, program pendidikan di Tanah Datar, Sumatra, komunitas belajar kreatif untuk anak-anak di desa Polman, Sulawesi Selatan, program ibu di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, program sanitasi dan air di desa Lumajang, Jawa Timur, promosi mengenai transparansi anggaran di Bandung oleh BIGS, program beasiswa di kota Blitar, Jawa Timur, program reformasi transparansi dan akuntabilitas di Boalemo, Sulawesi Selatan. Termasuk Kabupaten Jembrana untuk pengembangan program Jaminan Kesehatan Jembrana di Bali.

I Gede Winasa termasuk salahsatu bupati pertama yang menerapkan pelayanan dan biaya gratis asuransi sistem kesehatan di Indonesia. Jembrana menjadi contoh baru ketika persoalan kesehatan di Indonesia menghadapi persoalan cukup serius.

Keberhasilan Kabupaten Jembrana dalam mengelola anggaran kesehatan dan efisiensi anggaran publiknya memiliki dampak pada sejumlah daerah untuk mengikuti langkah yang sama. Seperti yang tengah dilakukan di Banjar dan Sumedang, Jawa Barat.

    "Bahkan, Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia pun belum sanggup memberikan pelayanan dan pengobatan gratis bagi warga penduduknya. Amanat UUD 45 dan amandemen punya republik ini juga belum menghasilkan apapun agar warga, bangsa dan negaranya menjadi sehat.

THE Government Innovators Network, Making Service Work For The Poor In Indonesia, studi kasus Reformasi Asuransi Kesehatan di Jembrana, Bali menghasilkan laporan setebal 15 halaman pada September 2005. Laporan ini menjelaskan bahwa program Jaminan Kesehatan Jembrana merupakan satu skema baru dalam penanganan kesehatan di Indonesia. Khusunya program pelayanan dan akses kesehatan bagi kalangan warga miskin.

Laporan ini mencatat, sebelum program ini ada, asuransi kesehatan warga di Jembrana hanya mampu meliputi 17 persen saja. Hingga September 2005, dengan program JKJ ini, asuransi bagi warga Jembrana meningkat hingga 63 persen.

Apakah program Jaminan Kesehatan Jembrana ini berkelanjutan? Lembaga ini menilai program ini juga memiliki sejumlah kelemahan. Lembaga ini memberikan jawaban singkat, pendek dan padat, No. District spending on JKS is inccreasing rapidly. Beban pengeluarannya besar dari klaim premi yang datang dari rumah sakit hingga bidan-bidang.

Peningkatan mutu dan pelayanan kesehatan membutuhkan modal dan ketersediaan dana yang besar dan aman. Pada tahun 2003 Jembrana mengeluarkan dana sebesar Rp 3,7 miliar untuk program JKJ ini. Pada tahun 2004 klaim penggantian biaya kesehatan meningkat menjadi 2,5 kali atau sebesar Rp 9,5 miliar. Dan angka sebesar ini bukan datang dari kaum miskin. Melainkan, 95 persen dari kalangan tidak miskin.

Tim riset lembaga ini memperkirakan biaya kesehatan ini sebanding dengan 4 persen dari anggaran Jembrana. Biaya beban ini lebih besar dari rata-rata ketetapan anggaran kesehatan nasional sebesar 2,9 persen pada tahun 2003. Pengeluaran program JKJ ini meningkat tajam ketika program ini berlaku untuk warga yang bukan miskin.

    "Akses terhadap pelayanan kesehatan memang tidak boleh diskriminasi. Namun lebih arif dan bijak hendaknya terukur mana yang miskin mana yang kaya. Jembrana harus bikin kategori ini lebih ketat. Akses pelayanan kesehatan memang berlaku untuk semua warga.

Lembaga ini menyarankan agar pemerintahan Jembrana mencari sumber pendapatan lain untuk membiayai program tersebut. Selain bersumber dari dana APBD Jembrana. Dan ini menjadi tantangan besar bagi Jembrana. Termasuk daerah lainnya yang hendak meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi warganya.

Analisis The Government Innovators Network benar. Program gratisan ini adalah program jangka pendek agar si miskin sehat. Minimal dapat mencicipi perawatan kesehatan secara utuh. Dan mengecek gejala penyakit si miskin agar tidak kronis. Mulai pasien yang ingin menambal lubang gigi, migran dan masuk angin, diare, kurap, sampai bayi-bayi yang terkena Malaria dan kekurangan gizi. Atau yang membutuhkan operasi sekalipun.

Pertanyaan besarnya memang belum terjawab. Bagaimana membuat semua warga—di muka bumi ini— agar sehat wal afiat? Karena sehat itu adalah hak—si miskin maupun si kaya—adil dan tidak boleh diskriminasi. Penyakit tidak mengenal si miskin atau si kaya.

Masa Penahanan Harvey Moeis Diperpanjang, Kejagung Ungkap Alasannya

Tidak boleh juga pemerintah, rumah sakit, poliklinik swasta maupun dukun sekalipun, hanya menjadikan si miskin dan si sakit ini sebagai tambang uang. Apalagi untuk mendongkrak pendapatan dompetnya sendiri.

Logo Media Bersama

Bantu Israel Tahan Serangan Teheran, Menlu Iran Temui Menlu Yordania
Bali United vs Bhayangkara FC

Hasil Liga 1: Bali United dan Dewa United Petik Poin Sempurna

Bali United dan Dewa United berhasil meraih poin sempurna dalam lanjutan Liga 1 pada Sabtu malam ini, 20 April 2024.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024