Tradisi Bubur Suruh yang Unik Saat Ramadan di Tuban

Warga berrebut bubur Suruh
Sumber :
  • U-Report

VIVAnews - Ada yang tampak berbeda dengan suasana bulan Ramadan pada sore hari di kawasan wisata makam Sunan Bonang - Tuban, Jawa timur. Banyak warga berkumpul di sana sambil membawa wadah berupa piring, baskom, rantang, timba kecil dan peralatan makan lainnya.

Putuskan Lepas Hijab, Zara Tegaskan Tak Akan Pakai Busana Seksi

Mereka terlihat antri menunggu pembagian bubur suruh yang merupakan tradisi tahunan di tempat ini pada bulan Ramadan. Tentu bukan bubur biasa, karena bubur itu memiliki rasa yang berbeda dari bubur pada umumnya. Ada rasa pedas dan gurih ala masakan Arab atau India. Begitu pula dengan bahan dan bumbu yang diramu.

Tradisi bubur suruh ini biasanya dilakukan sejak awal hingga berakhirnya bulan Ramadan. Tetapi pada bulan Ramadan ini tradisi itu baru bisa dilakukan pada hari kedua puasa karena faktor teknis persiapan. Merupakan tradisi memasak bubur dan membagikannya kepada siapa saja yang datang di kawasan wisata dan hendak mencicipi sebagai menu untuk buka puasa.

Rupanya Denny Caknan Konsultasi dengan Ulama Sebelum Nikahi Bella Bonita

Bubur suruh berwarna agak kuning kecoklatan. Sepintas bentuknya seperti bubur jagung. Namun rasanya cukup gurih seperti rasa sayur kari, gulai, atau sayur berkuah santan lainnya. Bubur suruh terbuat dari tepung beras, santan kelapa, bumbu gurih, kayu manis, balungan (tulang sapi dengan sedikit daging) dan lemak.

Bubur suruh dimasak pada siang hari selepas shalat dzuhur dengan menggunakan wajan besi yang berukuran cukup besar dan baru dibagikan sore hari menjelang saat buka puasa. Dalam sehari menghabiskan bahan beras sebanyak 12 kg, 3 kg balungan dan bahan-bahan lainnya.

Bawaslu soal Sidang Sengketa Pilpres 2024: Apapun Keputusannya Kami Ikuti

Yang memasak adalah dua orang wanita dengan dibantu seorang pria dengan proses memasak selama sekitar 2 jam. Pada setiap hari sekitar jam 4-5 sore, di halaman masjid yang ada kawasan makam Sunan Bonang ini banyak didatangi oleh warga. Dan ketika bubur itu mulai dibagikan, tak ada 20 menit, bubur pun telah habis dibagikan.

Bagi mereka yang mendapatkan bubur itu untuk dibawa dan dimakan di rumah itu tidak mendapatkan tambahan buah kurma. Sedangkan bagi mereka yang berada dan berbuka di masjid, pada buburnya mendapatkan tambahan dua biji kurma, buah, dan makanan lainnya ditambah segelas minuman teh atau kopi.

Tak jelas entah sejak kapan tradisi bubur suruh ini mulai diadakan dan dilakukan di Makam Sunan Bonang. Namun yang jelas, tradisi itu sudah ada sejak lama dan masih dilakukan sampai saat ini. Konon, tradisi bubur suruh ini meniru tradsi bubur yang berasa gurih dan biasa dilakukan di negara-negara yang berada di Jazirah Arab. Di sana bubur semacam ini disebut dengan bubur harizah.

Menurut Gus Mbeling, salah seorang pengurus lapangan di makam Sunan Bonang, dulu tradisi bubur suruh ini pernah diganti dengan membuat dan membagikan nasi. Namun, beberapa saat setelah mengganti bubur suruh itu dengan nasi, ada salah seorang pengurus yang merasa disabet dengan kibasan ekor kuda gaib di salah satu sudut kawasan makam Sunan Bonang. Akibatnya, penggantian dengan nasi itupun tidak diteruskan dan kembali mengadakan tradisi bubur buruh seperti semula.

Penggunaan nama bubur suruh itu pun konon karena saat pembagian bubur ini saat menjelang senja, yang dalam bahasa Jawa disebut dengan surup, yang kemudian menjadikan bubur ini disebut dengan bubur surup. Frase bubur surup itulah yang seiring dengan berjalannya waktu kemudian berganti karena warga lebih familier menyebutnya dengan nama bubur suruh. Apapun itu, yang jelas tradisi Bubur Suruh ini menjadi salah satu khazanah tentang jenis dan ragam bubur di nusantara

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya